Udang merupakan komoditas ekspor perikanan terbesar di Indonesia dengan nilai ekonomi yang sangat tinggi. Namun, proses budidaya udang memiliki risiko yang paling tinggi jika dibandingkan dengan proses budidaya perikanan lainnya. Oleh karena itu, menjaga proses budidaya dengan baik, disertai efisiensi yang tinggi serta efektivitas produksi, menjadi faktor utama dalam keberhasilan budidaya udang. Salah satu kunci sukses dalam budidaya udang adalah menjaga kualitas air, dengan salah satu parameternya adalah nilai salinitas. Untuk meningkatkan pemantauan kualitas air tambak, diperlukan pengembangan sensor salinitas yang handal dan efisien. Namun, saat ini terdapat beberapa tantangan dalam pengembangan desain sensor salinitas, seperti sensitivitas sensor terhadap perubahan salinitas, ketahanan terhadap korosi, dan keandalan pengukuran dalam jangka waktu yang lama. Pada sensor salinitas terdapat beberapa model rangkaian, yaitu model pembagi tegangan, model kapasitif, dan model jembatan Wheatstone. Setiap sensor salinitas membutuhkan batang elektroda, dan dalam proyek akhir ini akan digunakan elektroda berbahan besi, kuningan, dan stainless steel. Pengujian model rangkaian salinitas dilakukan menggunakan kombinasi bahan elektroda pada media air dengan konsentrasi 10 ppt, 15 ppt, dan 25 ppt. Hasil pengujian menunjukkan bahwa rata-rata error pengukuran salinitas untuk model kapasitif adalah sebesar 19,85%, untuk model jembatan Wheatstone sebesar 12,64%, dan untuk model pembagi tegangan sebesar 4,54%. Pada uji ketahanan bahan elektroda menggunakan metode ANOVA, didapati bahwa bahan besi memiliki rata-rata koefisien variasi sebesar 12,43%, bahan kuningan sebesar 7,95%, dan bahan stainless steel sebesar 3,42%. Berdasarkan hasil pengujian, kombinasi sensor paling akurat adalah rangkaian model pembagi tegangan dengan menggunakan bahan elektroda stainless steel. Sensor salinitas yang telah diuji ini nantinya akan diaplikasikan pada modul Water Quality Meter berbasis website